Nekatnya Jokowi ke Afganistan Usai Bom Meledak, Bandingkan Soeharto yang Tangkis Rudal

Nekatnya Jokowi ke Afganistan Usai Bom Meledak, Bandingkan Soeharto yang Tangkis Rudal

Nekatnya Presiden RI, Joko Widodo berkunjung ke Afghanistan yang tengah dalam kondisi keamanan tidak stabil menghadirkan kesan dan cerita tersendiri bagi para pembantunya yang ikut serta dalam rombongan. 

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung menceritakan, Pemerintah Afghanistan memberlakukan pengamanan yang sangat ketat kepada Presiden Jokowi dan rombongan. 

Pengamanan ketat mengawal delegasi setibanya di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, sampai Istana Agr tempat Presiden Afghanistan Ashraf Ghani sudah menunggu.

"Sepanjang jalan dari Airport ke Istana Presiden Afghanistan melalui jalan-jalan berbeton, kendaraan lapis baja dan 2 heli terbang diatas mobil Presiden," demikian kicauan Pramono melalui akun Twitternya, @pramonoanung.

Dua hari sebelum kedatangan Presiden Jokowi, Kabul memang baru saja mengalami serangan teror bom bunuh diri.

Korbannya mencapai 103 orang.

Namun, serangan teror itu tak menyurutkan niat Jokowi berkunjung ke Afghanistan. 

Rencana kunjungan ini memang sudah dijadwalkan sejak awal sebagai bagian dari kunjungan Jokowi ke 5 negara di Asia.

Sebelum ke Afghanistan, Jokowi sudah terlebih dahulu melakukan kunjungan kenegaraan ke Sri Lanka, Pakistan, Bangladesh, dan India.

"Presiden enggak ada takutnya," kata Pramono.

Meski demikian, para pembantu Jokowi tetap merasakan ketegangan harus memasuki negara yang tengah bergejolak.

Pesawat Kepresidenan tiba di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, sekitar pukul 05.20, Selasa (30/1/2018).

Menlu, Retno Marsudi menyampaikan rasa syukurnya karena kunjungan Presiden ke Afghanistan, di tengah berkecamuknya masalah keamanan di negara tersebut, berlangsung lancar dan aman.

“Kita patut bersyukur, alhamdulillah bahwa kunjungan Presiden ke Kabul dapat dilakukan dengan lancar dan aman,” kata Retno. 

Rasa syukur juga disampaikan Danpasampres Suhartono.

Di balik gejolak yang terjadi di Kabul, Presiden Jokowi bisa menjalani kunjungannya dengan aman dan lancar tanpa gangguan keamanan apa pun.

"Alhamdulillah misi pengamanan VVIP dalam rangka kunjungan kenegaraan Presiden RI ke Kabul, Afghanistan, selesai, aman, dan lancar," kata Suhartono.

"Meski sedikit menegangkan karena telah terjadi serangkaian serangan bersenjata dan bom oleh kelompok tertentu dalam minggu ini hingga pagi tadi," tambahnya.

Soeharto 'Tangkis' Rudal

Mantan Presiden RI, Soeharto dikenal sebagai pemimpin tegas dan berani mengambil risiko, bukan hanya di dalam negeri akan tetapi juga di luar negeri.

Ketika kawasan Balkan dilanda konflik, dalam kapasitasnya sebagai Pimpinan Negara Non Blok, Soeharto dengan percaya diri menembus desingan peluru di Sarajevo untuk memberi semangat penyelesaian konflik kawasan ini.

Setelah bertemu Presiden Kroasia Franjo Tudjman, di Zagreb pada tahun 1995, Soeharto meminta pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Bosnia Herzegovina.

Padahal sebelumnya, pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB, Yasusi Akashi ditembak saat terbang ke Bosnia, walaupun tidak menimbulkan korban.

Ketika penerbangan ke Sarajevo itu oleh PBB dipersyaratkan pernyataan risiko, Soeharto langsung meminta formulir kepada Sjafrie Sjamsoeddin, Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden, dan langsung menandatangani surat itu tanpa ragu.

Ketika Sjafri membawakan helm dan rompi anti peluru, Soeharto malah meminta Safrie untuk nyangking (menenteng) dan menyimpannya di Museum Purna Bakti Pertiwi Taman Mini Indonesia Indah.

Setelah mendarat di Sarajevo Presiden Soeharto juga tidak gentar ketika melewati Sniper Valley, tempat yang dipenuhi penembak jitu dari kedua belah pihak yang sedang berperang.

Soeharto akhirnya bisa menemui Presiden Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, dan melakukan perbincangan satu setengah jam.

Praktis selama perjalanan dan pertemuan itu memakan waktu enam jam.

Ketika ditanyakan oleh Sjafrie kenapa harus datang ke Sarajevo dalam suasana kritis, di bawah desingan peluru dan suara tembakan terdengar dimana-mana, Soeharto hanya menjawab enteng.

Bahwa Indonesia merupakan pimpinan Negara Non Blok, akan tetapi tidak memiliki uang untuk membantu negara yang berkonflik, karena sama-sama negara berkembang dan karena itu perlu datang untuk memberi dukungan moril.

Sumber : Tribunnews
Editor: Edi Sumardi

No comments:
Write komentar

Interested for our works and services?
Get more of our update !