Rutinitas ibadah Ramadhan di Indonesia dan di belahan Bumi lainnya tentu tak berbeda. Sama-sama sahur, berpuasa, berbuka puasa bersama keluarga, hingga shalat tarawih berjamaah dengan para tetangga. Satu yang berbeda, yakni kondisi negeri masing-masing.
Ramadhan di Indonesia dan di Gaza misalnya; sama-sama bergulir. Di Indonesia, euforia Ramadhan nantinya pastinya sangat terasa ke seluruh penjuru bumi pertiwi. Sedangkan di balik tembok ketat Gaza, bahagia yang serupa di Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya hampir tak ditemukan di sana. Mereka masih hidup di bawah segala keterbatasan.
PBB pada 2017 mengatakan bahwa 80% penduduk Gaza hidup dengan bantuan kemanusiaan. Capaian jumlah pengangguran di seluruh pelosok kota mencapai 50%. Semua disebabkan karena minimnya lapangan pekerjaan. Ratusan ribu jiwa itu kebingungan, dengan apa mereka harus sahur dan berbuka?
Menyimak Ramadhan nanti di Gaza yang mungkin akan penuh keterbatasan, menjadi kewajiban bagi seluruh insan peduli di negeri ini untuk mewujudkan empati dan kepedulian kepada saudara-saudara kita di sana.
Di momentum detik-detik menuju Ramadhan, saatnya goreskan kebaikan termanis yang kelak akan menjadi cerita bahagia bagi kita di akhirat kelak, yakni dengan mengulurkan tangan pada setiap yang membutuhkan.
Setelah beberapa waktu lalu Tim ACT di Gaza sukses menyalurkan 2.000 ton beras Kapal Kemanusiaan. Insya Allah, dalam beberapa kesempatan berikutnya, ragam jenis bantuan kemanusiaan masih akan terus terdistribusi rutin menembus blokade kota Gaza menemani Ramadhan mereka.
#LetsSavePalestine
#BeriPalestinaRamadhanTerbaik
No comments:
Write komentar