Hal yang perlu ditekankan di sini adalah Sifon hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa. Suku Atoni Meto menjalankan ritual sunat ketika mereka sudah dewasa dan ini sekaligus sebagai pertanda jika para pria sudah melewati kedewasaan. Tradisi kedewasaan ini sendiri tak dilakukan setiap hari, melainkan hanya waktu-waktu tertentu saja.
Biasanya panen adalah waktu yang sering dipilih oleh orang-orang Atoni Meto. Soal kriteria kedewasaannya sendiri tidak begitu jelas. Mungkin dilihat dari umur atau juga rupa fisiknya. Sunat ala tradisi dengan cara tradisional. Ya, ujung kulup dipotong dengan pisau biasa, tapi kebanyakan pakai bambu yang tajam. Prosesinya diawali dengan si pria yang digiring ke sungai kemudian disuruh berendam.
Kemudian si penyunat akan langsung melakukan prosesi itu Dengan usia yang sedewasa ini sunat jelas jadi hal yang menyakitkan. Tapi, para pria Atoni Meto melakukannya dengan dasar yang kuat. Setelah disunat si pria akan membungkus alat vitalnya dengan selembar daun khusus untuk menghentikan pendarahan. Hingga barulah menginjak ritual persetubuhan yang jadi puncak prosesi Sifon. Tak diketahui dengan detail soal ini, tapi yang jelas si wanita tersebut bukanlah pasangan resmi si pria. Si pria yang disunat harus benar-benar melakukan percintaan ini apapun yang terjadi.
Kalau tidak, mungkin saja status kedewasaan tak jadi disandangnya. Tujuan persetubuhan itu sendiri ada dua. Pertama adalah untuk mengobati rasa sakit dan panas setelah sunat walaupun jelas malah makin menyakitkan, dan kedua adalah sebagai simbol kejantanan dan kedewasaan sejati. Setelah melakukan ini si pria pun akan naik statusnya dan akan dihormati seperti layaknya laki-laki sejati Ada rumor yang mengatakan jika Sifon sudah tidak dilakukan lagi hari ini. Dilema sebenarnya dengan hal yang seperti ini.
Di satu sisi Sifon adalah ritual yang punya nilai sebagai kekayaan budaya dan harus dilestarikan, tapi ia juga bertentangan dengan hukum norma yang ada di Indonesia.
Sumber: boombastis
No comments:
Write komentar