Dalam laporan Atlas, Indonesia bahkan dapat sorotan khusus sebagai negara dengan angka perokok termuda tertinggi.
Sebagai pasar tembakau terbesar keempat di seluruh dunia, Indonesia juga jadi tempat kematian akibat tembakau tertinggi, sekaligus tempat iklan rokok masih lebih bebas dibanding negara-negara ASEAN lainnya.
Padahal ASEAN punya 10 persen perokok dunia, sebesar 52,2 persennya adalah orang Indonesia.
Angka-angka tersebut menunjukkan keleluasaan rokok masuk dalam kehidupan orang-orang Indonesia. Merokok jadi kegiatan biasa dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak terbiasa melihat orang dewasa yang merokok. Begitu juga sebaliknya: orang-orang dewasa juga terbiasa melihat sebagian anak-anak merokok, atau para remaja yang memulai merokok sebagai gaya hidup.
Dalam laporan yang sama, Atlas menilai akses anak-anak untuk mendapatkan rokok di Indonesia memang sangat mudah.
Pada 2010, Ardi Rizal bahkan jadi kepala berita internasional. Indonesia disorot karena bocah, yang waktu itumasih berusia 2 tahun, sanggup menghabiskan 40 batang rokok per hari.
Tujuh tahun kemudian, Ardi memang sudah tumbuh jadi anak biasa yang jauh dari tabiat itu. Tapi, angka anak yang merokok di Indonesia tak kunjung turun.
Faktor lain adalah regulasi iklan rokok di Indonesia dinilai masih yang paling ramah se-ASEAN.
Catatan Atlas, Indonesia bahkan satu-satunya negara ASEAN yang tidak melarang iklan rokok tayang di televisi. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) jadi salah satu lembaga yang paling vokal memprotes hal ini.
No comments:
Write komentar