Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mendesak DPR agar segera mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Terorisme yang didalamnya memberi kewenangan keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme di Indonesia.
Menurut Harits, tragedi kerusuhan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok yang kemudian disusul aksi penyerangan bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo yang berturut-turut itu adalah dampak dari mandeknya pembahasan RUU Terorisme.
Perlu ada keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme di Indonesia, sementara dalam undang-undang yang lama TNI hanya bersifat diperbantukan atau membackup polisi sehingga perannya pun tidak signifikan.
"Iya perlu itu masukkan peran TNI, saya sepakat itu dimasukkan ke dalam undang-undang," kata Harits.
Berbeda dengan Harist, Pengamat Terorisme Ali Fauzi Manzi mengatakan, tidak tepat apabilan tragedi di Mako Brimib dan serangan bom bunuh diri di Surabaya itu dijadikan alasan untu memasukan unsur TNI dalam pemberantasan terorisme.
Menurut Ali Fauzi, selama ini sudah jelas bahwa TNI membantu polisi. Apabila peran itu ditmbah justru ia khawatir akan terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan antara polisi dengan TNI dalam memerangi teroris.
"Menurut saya belum saatnya karena dikhawatirkan nanti akan ada tugas yang saling tindih antara TNI dan Polri, yang penting itu adalah perspektif yang sama ini adalah zona merah jangan ada yang mengatakan ini rekayasa dan lain-lain," tuturnya.
No comments:
Write komentar