Presiden Sukarno tak cuma dikenal jago berorasi. Dia juga pencinta seni sekaligus pernah membuat kreasi seni. Sukarno gemar menonton wayang kulit, mengoleksi lukisan, bermain sandiwara dan menulis naskahnya, serta pernah membuat puisi. Salah satu naskah puisinya yang terkenal berjudul
'Aku Melihat Indonesia'.
Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep
Aku mendengar Lautan Hindia bergelora
membanting di pantai Ngliyep itu
Aku mendengar lagu, sajak Indonesia
Jikalau aku melihat
sawah-sawah yang menguning-menghijau
Aku tidak melihat lagi
batang-batang padi yang menguning menghijau
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku melihat gunung-gunung
Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu
Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelebet
dan gunung-gunung yang lain
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku mendengarkan
Lagu-lagu yang merdu dari Batak
bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran
bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku
bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut
menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi
bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku menghirup udara ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia
Jikalau aku melihat wajah anak-anak
di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar
"Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!"
Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia
Putri pertamanya, Megawati Soekarnoputri, pernah membacakan puisi tersebut saat membuka Kongres IV PDI Perjuangan di Bali, 9 April 2015. Ribuan peserta Kongres PDIP pun dengan khidmat menyimak pidato ketua umum partai tersebut.
Melalui puisi 'Aku Melihat Indonesia', Megawati mengajak peserta kongres kembali merenung tentang Indonesia dalam satu kesemestaan. "Aku melihat Indonesia adalah cara pandang bersama untuk kembali pada cita-cita kedaulatan bangsa," kata Mega kala itu.
Darah seni Sukarno disebut mengalir dari sang Ibu, Nyoman Rai Srimben. Anak-anak Sukarno dari Fatmawati sebagian mewarisi bakat seni Bung Karno. Si sulung, Guntur, pernah punya grup musik waktu kuliah di ITB, Megawati suka menari, dan Guruh berkiprah di musik serta tari.
Meski tak banyak mendapatkan publisitas seperti halnya Guruh, Diah Mutiara Sukmawati juga ikut mewarisi Sukarno dalam hal mencintai kesenian. Dia menari, melukis, dan menulis. Konon, dia bisa betah berlama-lama nongkrong di Taman Ismail Marzuki, berkumpul dengan rekan sesama seniman.
Pada 2011, Sukmawati menulis buku 'Creeping Coup D'Tat Mayjen Suharto'. Tapi dia baru menuai kontroversi saat membacakan puisi berjudul 'Ibu Indonesia' lantaran dinilai sejumlah pihak menyinggung pemeluk agama Islam.
Sumber : Detik
No comments:
Write komentar