Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro menyatakan gerakan #2019GantiPresiden melanggar etika politik jika dimaksudkan sebagai kampanye politik.
Suhajar mengatakan hal tersebut saat menjawab pertanyaan salah satu anggota Komisi II DPR mengenai gerakan #2019GantiPresiden saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II, KPU, dan Bawaslu di Gedung DPR, Senin (9/4).
"Kalau itu untuk kampanye, ya tidak boleh. Secara etika tidak boleh," ucap Suhajar.
Suhajar mengamini bahwa partai politik merupakan wadah aspirasi masyarakat. Selain itu, partai politik juga berfungsi sebagai penghubung antara masyarakat dengan pemerintah yang sedang berkuasa.
Namun, partai politik tetap harus mengedepankan etika dalam menjalankan fungsinya.
Di tempat yang sama, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan bahwa gerakan #2019GantiPresiden tidak termasuk pelanggaran kampanye. Alasannya, karena hingga saat ini belum ada calon presiden yang telah ditetapkan oleh KPU.
Pendaftaran calon presiden sendiri baru dibuka KPU pada Agustus mendatang. Kemudian penetapan calon presiden yang lolos syarat pendaftaran dilakukan KPU pada September.
"Jadi kalau untuk pileg pesertanya sudah ada, sebab sudah ditetapkan oleh KPU yaitu partai politik. Sementara untuk pilpres, peserta belum ada sebab belum ada penetapan," kata Arief.
Hal serupa diutarakan Ketua Bawaslu, Abhan. Menurutnya gerakan #2019GantiPresiden tidak termasuk pelanggaran kampanye karena kontestasi pilpres baru mulai berjalan pada Agustus.
"Maka saya kira belum ada aturan larangan," kata Abhan.
Gerakan #2019GantiPresiden dicetuskan oleh Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. Kata dia, gerakan itu merupakan antitesis gerakan 'Dua Periode' Joko Widodo menjadi Presiden.
Mardani mengklaim gerakan yang digulirkan lewat media sosial ini legal dan konstitusional.
"Jadi gerakan #2019GantiPresiden merupakan antitesis dari gerakan yang sudah bergulir, yaitu 'Dua Periode' untuk Pak Jokowi," ujar Mardani dalam keterangan tertulis, Rabu (4/4).
Mardani menjelaskan gerakan #2019GantiPresiden merupakan bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam memilih presiden yang terbaik.
Gerakan itu diklaim dilengkapi data, analisa, serta sosok alternatif pengganti Jokowi. Dengan basis itu, ia berharap gerakan ini dapat membuat masyarakat memilih presiden berdasarkan berbagai pertimbangan yang matang.
sumber : CNN Indonesia
No comments:
Write komentar